Friday, October 16, 2009


Jogja 16/10/09. Melintas di bundaran UGM dari arah jakal, ke lewat samping plaza kampus (tempat relokasi PKL) sup buah, disana sudah diherankan dengan pembangunan pembatas jalan dengan rumah monyet, untuk kontrol tiket parkir dari arah bulevard ke arah plaza kampus, paling tidak itu yang ada di pikiran saya saat melintas di plaza kampus yang cuma sekali saja saya saat kesana, itupun terpovokasi iklan saat awal peresmian. Kemudian saya belok arah bunderan dan sangat terkaget-kaget dengan ditemukannya ada 4 (kalau gak salah) bangunan seperi di gambar ini yang nampaknya akan menjadi bangunan untuk tiket kontrol masuk dan keluar.

Maaf, bukannya saya menimbun pasir di gunung, tapi asumsi saya kawasan UGM akan menjadi kawasan komersial termasuk akses masuk ke kawasannya, mesti hanya melintas. Kalau memang asumsi saya benar ini sudah keterlaluan, tapi mudah-mudahan saya salah. Sudahlah, saya tak perlu menyebutkan kalau:

1. Akses hari minggu sekarang hanya searah yang melintas lembah, dari utara UGM sudah di blok dengan kawasan parkir dadakan pas di pertigaan dari arah selokan ke jembatan penyebrangan pertanian/peternakan sehingga orang harus memutar ke Jakal utama atau cari alternatif lain.
2. Perempatan lampu merah yang ke arah sarjito dari jakal yang menembus boulevard, kapan terakhir dibuka sehingga kendaraan yang menumpus di mirota kampus bisa dikurangi?
3. Kopma sudah ditutup untuk akses ke bunderan UGM, padahal dulu menolong untuk shor cut motor.
4. Akses jalan ke lembah malam hari ditutup?
5. Akses dari selatan ke bulevard depan lapangan diarahkan ke perumahan, dulunya U turn.

Kelima issue diatas hanya sebagian kasat mata saya sebatas pemakai jalan berkendara roda dua, tidak melihat kedalam atas penglihatan orang dalam. Saya mungkin tidak tertarik untuk mengulasnya.

Saya hanya melihat kalau hak PUBLIC telah dirampas.

Saya melihat kalau kampus sekarang bukan lagi menjadi kawasan public dimana semua orang bisa menikmati ruang terbuka di kota yang sudah sangat minim dan hanya dimonopoli oleh para kapitalis yang tidak menyisakan sepetakpun untuk bermain lompat tali. Sekarang ditambah oleh jajaran akademia yang seharusnya menjadi benteng terdepan untuk memerangi ketidak adilan dari para penguasa kota.

Sesak rasanya dada ini.

Lebih sesak lagi saat saya mengingat kalau porak poranda oleh angin ribut yang hanya merusak selingkungan UGM saja sampai sampai pohon beringin dengan graha saba tercabut dan akar pohon jati terangkat dari tanah adalah teguran khusus kepada UGM, tapi nampaknya teguran itu dianggap hanya angin lalu.

Ya sudah, kita lihat saja kemana Jogja ini akan melangkah? Saya bukan siapa-siapa, saya hanya seorang pecinta ruang public yang digerogoti haknya!


0 komentar:

Post a Comment

hey...thanks for your post, i really appreciate it.

join me on

translate this page

Blog Archive

Subscribe to Feed


who viewed me

visit Jogja

Visit Yogyakarta / Jogja