Wednesday, August 06, 2008

Ini bukan hoax ataupun hanya sebuah posting yang akan merugikan sebuah nama atau meracuni pikiran orang lain tapi semata pengalaman nyata saya yang saya share untuk rekan lain.

Membaca review Nokia 5220 dari tabloid pulsa yang harus dibaca setiap kali terbit (mesti beli eceran) dan having it in hand pada saat window shopping meski hanya dummy-nya saja, telah melelehkan hati saya yang membeku terhadap produk Nokia dan “saya harus memilikinya minggu ini”.

Akhirnya dihari tanggal merah Isra Miraj penghujung Juli saya tebus juga Nokia 5220 itu dari sebuah outlet di kawasan Plaza Ramai – Jogja. Sebuah mall jadul di kawasan Malioboro yang menjadikannya satu lantai bak pasar senggol telephone genggam yang masih menjadi tempat utama jual beli handphone anyar maupun second tentunya dengan alasan ready stock dan harga yang sedikit miring.

Degup jantungku makin memacu dan keringat dingin seketika membasahi telapak tanganku tatkala segel asli Nokia 5220 dibuka. Warna biru cerah yang sesuai dengan dummy-nya dibilang tidak pernah ada melainkan warna merah hati yang sepertinya semua vendor sedang ngetrend dengan warna ini yang dilempar ke pasaran. So, alhasil iPhone yang dibalut dengan casing warna merah hati, kemudian Samsung F200 warna merah hati, sekarang saya juga mendapatkan Nokia 5220 dengan warna yang sama.

Apakah ini suatu kebetulan ataukah saya yang membentuk imej diri untuk gadget yang serba berwarna merah hati di tahun ini?

Ataukah kurangnya kreatifitas di bidang seni dan teknologi yang hanya mengutamakan “mass-production” untuk mengurangi cost? Atau lebih parahnya it's a “mee-too” business?


Ok, kembali ke Nokiaa 5220. Mungkin saya terlalu “into-detail” atau mungkin juga divisi Quality Control Nokia yang tidak konsisten dalam bekerja, yang pasti 1 clip atau entah apa istilahnya yang seharusnya mengunci frame dan penutup belakang handphone tidak 100% mengunci, secara kasat mata memang tak nampak tapi untuk saya tetap itu sebuah ketidaksempurnaan yang tida bisa ditolerir untuk sbuah merek besar.

So, saya komplen kepada penjaga toko dan saya minta diganti dengan unit yang baru. Akhirnya setelah bersitegang urat leher, si “engko” empunya yang punya toko meluluskan permintaan saya untuk membuka segel baru dan memang benar adanya bahwa unit yang pertama semestinya dimasukan di keranjang sampah di divisi QC Nokia yang mungkin selanjutnya akan di-recond dan dijual kembali. Setelah storage card berkapasitas 512MB itu dijejali lagu2 terkini hasil bajakan saya pulang dengan hati senang.

  1. Senang mempunyai HP baru yang sangat “gue banget gitu lho”.

  2. Senang memenangkan argument yang mengharuskan di engko toko mungkin me-retur dan membeli stiker hologram baru dari Nokia (mana gue tahu).

Petantang-petenteng dengan Hp baru. Klak-Klik sana sini dengan 2MP cameranya mesti ga autofokus tapi cukup lah dengan harga dan feature yang tertanam. Sampai-sampai saya langsung temui pacar “baru” saya untuk hanya sekedar pamer ceritanya dan u know lah, beberapa adegan yang romantis saya abadikan dengan jepretan “still pic”. Eh ..... satu adegan yang dirasa sangat tak seronok mesti dihapus dan disini permasalahan baru terjadi;

Format picture-nya kor ber-extention “nrw” bukan “jpg” yang semestinya default tipe file. Dan mungkin ini masalah kenapa picture bisa didelete kadang tidak tapi bukan masalah kadang bisa kadang tidaknya yang bikin dadaku sesak tapi karena ini kekecewaan besar yang kedua kali terhadap Nokia 5220 yang seharusnya sebuah produk yang sempurna sesuai dengan kecantikan luarnya.

So saya kembali ke toko dimana saya meminang si Nokia 5220 and akhirnya thanks to NOKIA yang memang pass slogannya “Connecting People” karena saya dan penjaga toko serta si pemilik toko akhirnya telah bersitegang mendapatkan apa yang namanya:

  1. Time Consuming, karena harus bolak baik ke toko yang super duper ramai di plaza ramai itu.

  2. Energy Exhausting, yang bersitegang kembali dengan pemilik toko atas kerugian kartu garansi yang kadung terisi data pembeli yang meminta Rp. 100.000 untuk kompensasinya (gila!).

  3. Money Burning, saya bayar untuk sebuah produk yang cacat bawaan.

  4. Menumbuh-kembangkan kembali ketidak percayaan dan anti-pati sebuah produk dan ini hanya akan menimbulkan sebuah efek kartu domino tentunya.

4 kardus Nokia 5220 haru telah dibuka. Permasalahan tetap sama dan saya tidak mau membuka kardus kelima karena toh bukan sebuah kardus cokelat aneka rasa yang saya beli kali ini. Alhasil. Saya sangat tidak merekomendasikan Nokia 5220 atas dasar pengalaman diatas. Jika 1 unit telah merusak reputasi sebuah nama type Nokia 5220 tapi ini adalah 4 unit merusak sebuah nama besar Nokia.

Wassalam,


Ex-Nokia Lover


lotta loves from,

0 komentar:

Post a Comment

hey...thanks for your post, i really appreciate it.

join me on