Sunday, December 27, 2009
Ini kali kelima saya harus membayar Rp.100.000 untuk aiport tax keberangkatan internasional dari bandara jogja. Saya kembali dihadapkan dengan kekecewaan tiada henti atas apa yang saya bayar tapi tidak sesuai dengan yang saya terima, ini bukan masalah uang Rp.100.000 yang harus dibayarkan calon penumpang internasional dan diterima oleh pihak angkasa pura yang seharusnya memberikan kenyamanan kepada penumpang kelas internasional tapi apa yang menjadi prinsipel dalam teori jual beli pada akhirnya.


Saya tidak usah membandingkan Jogja dengan Terminal 1 Changi, apalagi terminal 3 yang baru, tapi tolong lah pak angkasa pura dan para pejabat yang berkuasa, do something untuk mencerminkan sebuah bandara internasional.

Sebenarnya takut juga menulis seperti komplen semacam ini, nanti kena kasus pencemaran nama baik seperti kasus prita pula. Tapi kalo tidak ditulis, maka tak akan ada log yang bisa dibaca para pemangku kepentingan di bidang ini, semoga saaja tulisan ini menjadi masukan untuk pihak otoritas bandara di seluruh indonesia, khususnya bandara international.

1. Luggage Security Bands,
Pernah kan ditawari mas mas untuk supaya tas kita dililit sejenis tali plastik, atau malah dibungkus sejenis pelastik transparan. Memang alasannya untuk keamanan, tapi itu juga kita mesti bayar Rp. 30.000 (harusnya gratis).

2. Antrian di konter imigrasi
Ketidak nyamanan ada di antrian konter imigrasi, kan disana hanya ada dua konter sedangkan penumpang air asia yang mestinya diberangkatkan jam 7 pagi terpaksa harus antri lama, yang jelas taksi dari jakal Km6 ke bandara lebih cepat ketimbang antri disini.

3. Prosedur verifikasi NPWP.

Kayaknya sekarang orang yang akan bepergian ke LN, memilih mempunyai NPWP dulu deh, daripada bayar fiskal lebih besar daripada tiket JOG-SIN-BKK (PP) disaat december/januari ini. Dan bisa dibayangkan dong, kalo 80% penumpag pesawat boeing 747-400 adalah pemegang kartu NPWP, berapa ratus lembar kertas/toner/listrik/tenaga pertugas admin imigrasi dan waktu terutama terbuang? hanya karena memfoto-kopi passport dan kartu NPWP? Mau kapan era paperless di Indonesia diimplementasikan, jangan hanya gembar-gembor faham akan 3R (Reduce, Re-Use, Recycle) tapi mana aksinya?

Kenapa tidak membuatnya menjadi scan file pdf atau jpg saja, yang bisa didokumentasikan secara e-file atau ya sebagai record yang terintegrasi saja dimana kalau masukan parameter no passport saya maka akan linke ke: KTP, Bank account, NPWP, Asuransi dll.

Sepertinya tidak sulit koq, hanya saja alasannya "tidak mau".m Mungkin poin no 3 in cocoknya untuk diadresskan ke imigrasi, tapi mboknya jangan dikotak-kotak lagi lah whong lokasinya di bandara.

4. Ruang tunggu

Mirip ruang tunggu klinik, atau tempat duduk ferry penyebrangan yang sempit sehingga garis privacy saya dimasuki orang lain, gak mau kan meski sekadar baca sms koq rasanya orang sebelah b isa ngintip. Boro-boro ada lounge yang bisa minum kopi dan (buat saya) ruang merokok padahal bangun jam lima tanpa sempat ngapa2in dirumah adalah perjuangan yang berat untuk mencapai bandara sebelum jam 6 pagi.

4 items rasanya sudah cukup dan banyak yang harus dikerjakan, semoga saja dimasukan dalam resolusi 2010 pemerintah jogja.

lotta loves from,

2 komentar:

Javas said...

kritik yg bagus dan berguna harusnya. maju terus kak

yogieza said...

sangat jelas artikel yang DJ tulis mengandung sudit ekonomi. Adapun tanggapan saya yaitu:
1. Segala yang berhubungan dengan pajak itu sangat ribet, itu saya lihat dari pandangan saya lho
2. Berharap lebih kepada birokrasi pemerintah khususnya pada bidang transportasi adalah impian belaka, bisa diwujudkan dalam waktu yang tidak bisa ditentukan
3. Naik pesawat ribet juga yah? maklum saya sehari-hari mobilitasnya naik sepeda butut serta motor babeh :D

Post a Comment

hey...thanks for your post, i really appreciate it.

join me on