
“
Kalau Bukan Setetes Tinta
Takan Kuubah Sebuah Puisi
”
FOSS upscaling the Country
Kalau tidak sekarang kapan lagi. Itu arti yang sesungguhnya yang saya tangkap dari pembuka pidato menteri baru Informasi & Komunikasi Tifatul Sembiring (maaf kalo ejaannya salah), hmm puitis juga tuh menteri baru.
Kalo RI-1 pernah berucap bahwa tahun 2009 adalah “Tahun Kreatif Indonesia”, maka FOSS adalah sebuah kreatifitas yang tidak pernah berhenti dan penuh dengan kreatifitas individu apapun keperluan keinginan dan mimpi seseorang dalam sebuah project development sebuah IT berbasis FOSS. Selanjutnya sebuah studi telah membuktikan jika FOSS adalah sebuah sektor ril yang bisa dijadikan tolak ukur ekonomi dan financial secara empiris tentunya, kenapa?
Biaya belanja di bidang IT baik itu hardware maupun softwarenya akan bisa ditekan hingga 85%. Jelas! Saya contohkan untuk membeli sebuah OS asli untuk aplikasi desktop saja saya harus mengeluarkan kurang lebih USD100 (Rp. 1.000.000) jadi kalo di sebuah instansi ada 20 komputer jadi harus ada 20 juta, bagaimana dengan aplikasi lain yang diperlukan untuk mendukung kerja? Mungkin kita bicara 2 atau bahkan 3 kali lipat. Sedangkan FOSS (baca Linux) bisa didapat dan didistribusikan secara gratis, begitupun dengan aplikasi pendukungnya.
Daur ulang! Komputer jadulpun masih bisa dipasangi Linux koq. Jelas ga perlu membuang komputer lama dengan OS yang statis, tinggal sesuaikan saja spec dan distro serta rilis yang dapat diaplikasikan sesuai dengan kebutuhan. Sekali lagi nilai ekonomis bermain disini.
Bagaimana dengan sumber daya manusia di bidang IT? Saya yakin banyak sekali pelaku di bidang IT yang brillian dan siap dengan tantangan di bidang FOSS. Masih terngiang-ngiang di kepala saya seorang key person dari SUN Mr. Koh bilang bahwa "brilliant people is not here (maksudnya dalam perusahaan dia) but outhere! Jelas, dunia FOSS sekali lagi mempunyai nilai yang sangat strategis kesempatan kerja yang tidak terbatas untuk kalangan pekerja di bidang ini. Otomatis, pintu kesempatan berkarir sangat lebar dan akan meningkatkan perekonomian masyarakat dan Negara.
FOSS is a Demo(crazy) Learning
Old day
If you happen to wake up in the morning, and then you find a naked women next to you then you are into politic.
NOW day
Apa yang terjadi dengan saya adalah, "Never get enough with Linux), I think I am not longer into politic but I am sure I am now a politician.
Mari kita singgung sebuah PP tentang anjuran pemakaian open-source, katakanlah itu sebuah AJIMAT, ada pula Ristek dan Depkominfo sebagai "Tangan Besi" dan AOSI selaku "Ratu Kidul", ada pula UU yang mengatur tentang pelanggaran hak intelektual dan hak cipta sebagai "LANGIT", kurang apa lagi sih kita? Tapi koq masih banyak desktop-desktop di kantor-kantor pelayanan publik, pemerintahan maupun swasta yang memakai windows bajakan? Koq masih membiarkan penyewaan komputer ataupun warnet masih buka? Bahkan toko software-software bajakan tenang-tengang saja menjajakan barang haram tersebut di mall-mall besar dengan omzet ratusan juta dari hasil curian?
Where are you people?
Stop talking about it!
It Useless!
Tidak akan pernah akan berhenti meskipun saya mati teriak sampai kering kerontang menyuarakannya. Mari kita kembali menarik benang merah, ada AJIMAT, TANGAN BESI, RATU KIDUL & LANGIT yang menaungi, tapi kelihatannya koq masih belum ada tanda-tanda kesaktiannya? KENAPA? Sekali lagi ini menjadi check-list yang harus ditindak-lanjuti AOSI kalau memang kita ingin "out of the box".
Kalo ada UU & PP yang masih apakah nantinya harus ada Peraturan Daerah yang menyerukan (baca mewajibkan) untuk sesuai urutan prioritas:
Mengharamkan software bajakan di kalangan kantor pemerintahan, sekolah, public service (pokoknya yang masih bisa diakses oleh public).
Mengharuskan memakai software resmi.
Memberikan insentif bagi yang menggunakan open-source.
Kelihatannya isu mainstreaming & migrasi FOSS semakin memanas, dan semakin "sexy" seiring dengan isu global-warming yang sudah terasa dengan iklim yang sangat ekstrim saat ini, paling tidak itu yang saya rasakan di tanah "mataram" Ngayogyakarto ini. Hadoh... omongan saya sudah gak fokus lagi keliatannya, makin ngaler ngidul saja.
The bottom line is!
FOSS di Indonesia masih top-down, tidak mungkin me-mainstreamingkan saat ini, dan menurut hemat saya memang seharusnya seperti itu yang dilakukan karena kalau itu sebuah PERINTAH atasan maka akan dilakukan karena merupakan tanggug jawab kerja dan kita dibayar untuk itu, tapi kalau ahanya sebatas ANJURAN, mau dilakukan baguuus tidak dilakukan ya mongg-monggo wae.
Big Question Mark??
Apakah Pemerintah Indonesia BERANI mengharuskan pemakaian open-source di semua lini? Toh sudah jelas keuntungan yang akan didapat bukan?
But
Kalo bicara keuntungan pasti ada kerugian, kantong siapa yang nanti "TONGPES"? Don't tell me you know what i mean..
Image courtessy of desktoplinux.com
lotta loves from,

GCOS Series:1
[Jogja 30/10/09] Entah apa terminologi open source di ajang GCOS (Global Conference Operating Source) di Jakarta 26-27 Oktober lalu, tapi yang dilihat mata awam saya yang sebatas pegguna ubuntu dan sebagai anggota dari komunitas pengguna linux indonesia (KPLI) Ubuntu Sub-Loco Jogja (begitu mereka menamainya) yang distandarkan secara internasional, adalah beterbarannya peserta workshop dan participant yang mewakili institusi maupun organisasi yang membuka stand bahkan panitia GCOS itu sendiri yaitu AOSI (Asosiasi Open Source Indonesia) yang masih memakai Microsoft Window platform.
Saya pikir saya dan teman-teman bukan orang pembenci OS proprietary, mungkin boleh dibilang pembenci penggunaan software bajakan, akan tetapi di ajang GCOS ini hendaknya dijadikan sebuah percontohan yang murni menggunakan open software dan tentunya diawali oleh panitia itu sendiri sebagai pencetus GCOS.
Jangan mimpi kalau diakhir event kita disuguhkan angka statistic berapa persen pengguna Linux di Indonesia atau bahkan pengguna Ubuntu (red, baca pengguna distro terbesar), karena sampai saat ini-pun saya tidak tahu saya pengguna ubuntu no ID berapa? Hahaha. Saya pernah lihat di beberapa footer orang di milis ubuntu ada yang ber-signature Ubuntu User No: sekian sekian, ah tapi peduli apa saya dengan identitas pengguna ubuntu itu, toh saya sekarang lebih peduli (red. Isend) sesiapa saja sih yang menggunakan linux dan yang tidak menggunakan linux di even GCOS in.
Dan mulailah saya jalan-jalan di area GCOS ini dari ruangan satu workshop ke ruangan lainnya termasuk foyer dimana stand-stand berada:
Peserta yang menggunakan Linux:
Kamus Tradisional [Ubuntu] (saya salut sama brondong SMA yang genius ini) diatas Blank On dia meramu kamus tradisional berbagai bahasa daerah di Indonesia, dan dia masih mencari para volunteer yang ingin bergabung dalam project developmentnya.
Crayon [Ubuntu] semacam wikipedia lokal yang diperuntukan untuk adik-adik kita (maaf kalo kurang pas menerangkannya) cuma satu hal komputer harus selalu terkoneksi ke internet, gimana dengan sekolah2 yang tak punya koneksi? Mungkin kalo dibuatkan semacam desktop aplikasi yang bisa diupdate contentnya secara periodik baik itu off line maupun online akan lebih bagus.
Easy Hotspot [Ubuntu] tentunya harus jad pelopor pengguna lah, kan emang ubuntu memudahkan apalagi forumnya kalo konsultasi cepat tanggap.
Senayan [Ubuntu]
AOSI Stand [Ubuntu] pake Linux mint seperti saya.
BPPT [Ubuntu]
Oracle (lupa distro apa)
Peserta yang menggunakan NON Linux (red. Microsoft)
Zaitun Series
Dua notebook public use yang ada di area dalam depan stand crayon (Zaitun Series)
Blender
ID's (semacam graphic design school)
AOSI Sekertarian (terhitung ada 4 notebook pake jendela)
Mungkin postingan ini tidak terlihat menarik dari segi teknikal FOSS dan developmentnya, akan tetapi saya lebih tertarik kepada aspek sosial yang ada disekitar saya dan bagimana saya mengamati perilaku orang orang sekitar saya yang khusus diundang ke event bergengsi yang baru pertama kali diadakan di Indonesia ini.
Tentunya harapan saya di GCOS 2010 nanti akan lebih mengsyaratkan kepada para participant untuk memakai open software selama event berlangsung, malah kalau bisa didata saat pendaftaran sebagai pengguna Linux Distro apa mereka yang datang?
How linux are you?
lotta loves from,

translate this page
Blog Archive
-
►
2016
(1)
- ► December 2016 (1)
-
►
2014
(1)
- ► October 2014 (1)
-
►
2013
(1)
- ► December 2013 (1)
-
►
2011
(4)
- ► October 2011 (1)
- ► February 2011 (2)
-
►
2010
(30)
- ► November 2010 (5)
- ► October 2010 (3)
- ► April 2010 (4)
- ► March 2010 (4)
- ► February 2010 (2)
- ► January 2010 (3)
-
►
2009
(199)
- ► December 2009 (3)
- ► November 2009 (32)
- ► October 2009 (52)
- ► September 2009 (10)
- ► August 2009 (27)
- ► April 2009 (1)
- ► March 2009 (3)
- ► February 2009 (8)
- ► January 2009 (5)
-
►
2008
(86)
- ► November 2008 (5)
- ► October 2008 (9)
- ► September 2008 (3)
- ► August 2008 (4)
- ► March 2008 (10)
- ► February 2008 (19)
- ► January 2008 (2)
-
►
2007
(89)
- ► December 2007 (4)
- ► November 2007 (5)
- ► October 2007 (43)
- ► September 2007 (23)
- ► August 2007 (10)
- ► January 2007 (3)