Tuesday, November 03, 2009

Kalau Bukan Setetes Tinta

Takan Kuubah Sebuah Puisi

FOSS upscaling the Country

Kalau tidak sekarang kapan lagi. Itu arti yang sesungguhnya yang saya tangkap dari pembuka pidato menteri baru Informasi & Komunikasi Tifatul Sembiring (maaf kalo ejaannya salah), hmm puitis juga tuh menteri baru.


Kalo RI-1 pernah berucap bahwa tahun 2009 adalah “Tahun Kreatif Indonesia”, maka FOSS adalah sebuah kreatifitas yang tidak pernah berhenti dan penuh dengan kreatifitas individu apapun keperluan keinginan dan mimpi seseorang dalam sebuah project development sebuah IT berbasis FOSS. Selanjutnya sebuah studi telah membuktikan jika FOSS adalah sebuah sektor ril yang bisa dijadikan tolak ukur ekonomi dan financial secara empiris tentunya, kenapa?

  1. Biaya belanja di bidang IT baik itu hardware maupun softwarenya akan bisa ditekan hingga 85%. Jelas! Saya contohkan untuk membeli sebuah OS asli untuk aplikasi desktop saja saya harus mengeluarkan kurang lebih USD100 (Rp. 1.000.000) jadi kalo di sebuah instansi ada 20 komputer jadi harus ada 20 juta, bagaimana dengan aplikasi lain yang diperlukan untuk mendukung kerja? Mungkin kita bicara 2 atau bahkan 3 kali lipat. Sedangkan FOSS (baca Linux) bisa didapat dan didistribusikan secara gratis, begitupun dengan aplikasi pendukungnya.

  2. Daur ulang! Komputer jadulpun masih bisa dipasangi Linux koq. Jelas ga perlu membuang komputer lama dengan OS yang statis, tinggal sesuaikan saja spec dan distro serta rilis yang dapat diaplikasikan sesuai dengan kebutuhan. Sekali lagi nilai ekonomis bermain disini.

  3. Bagaimana dengan sumber daya manusia di bidang IT? Saya yakin banyak sekali pelaku di bidang IT yang brillian dan siap dengan tantangan di bidang FOSS. Masih terngiang-ngiang di kepala saya seorang key person dari SUN Mr. Koh bilang bahwa "brilliant people is not here (maksudnya dalam perusahaan dia) but outhere! Jelas, dunia FOSS sekali lagi mempunyai nilai yang sangat strategis kesempatan kerja yang tidak terbatas untuk kalangan pekerja di bidang ini. Otomatis, pintu kesempatan berkarir sangat lebar dan akan meningkatkan perekonomian masyarakat dan Negara.


FOSS is a Demo(crazy) Learning


Old day

If you happen to wake up in the morning, and then you find a naked women next to you then you are into politic.

NOW day

Apa yang terjadi dengan saya adalah, "Never get enough with Linux), I think I am not longer into politic but I am sure I am now a politician.


Mari kita singgung sebuah PP tentang anjuran pemakaian open-source, katakanlah itu sebuah AJIMAT, ada pula Ristek dan Depkominfo sebagai "Tangan Besi" dan AOSI selaku "Ratu Kidul", ada pula UU yang mengatur tentang pelanggaran hak intelektual dan hak cipta sebagai "LANGIT", kurang apa lagi sih kita? Tapi koq masih banyak desktop-desktop di kantor-kantor pelayanan publik, pemerintahan maupun swasta yang memakai windows bajakan? Koq masih membiarkan penyewaan komputer ataupun warnet masih buka? Bahkan toko software-software bajakan tenang-tengang saja menjajakan barang haram tersebut di mall-mall besar dengan omzet ratusan juta dari hasil curian?

Where are you people?

Stop talking about it!

It Useless!


Tidak akan pernah akan berhenti meskipun saya mati teriak sampai kering kerontang menyuarakannya. Mari kita kembali menarik benang merah, ada AJIMAT, TANGAN BESI, RATU KIDUL & LANGIT yang menaungi, tapi kelihatannya koq masih belum ada tanda-tanda kesaktiannya? KENAPA? Sekali lagi ini menjadi check-list yang harus ditindak-lanjuti AOSI kalau memang kita ingin "out of the box".

Kalo ada UU & PP yang masih apakah nantinya harus ada Peraturan Daerah yang menyerukan (baca mewajibkan) untuk sesuai urutan prioritas:

  1. Mengharamkan software bajakan di kalangan kantor pemerintahan, sekolah, public service (pokoknya yang masih bisa diakses oleh public).

  2. Mengharuskan memakai software resmi.

  3. Memberikan insentif bagi yang menggunakan open-source.

Kelihatannya isu mainstreaming & migrasi FOSS semakin memanas, dan semakin "sexy" seiring dengan isu global-warming yang sudah terasa dengan iklim yang sangat ekstrim saat ini, paling tidak itu yang saya rasakan di tanah "mataram" Ngayogyakarto ini. Hadoh... omongan saya sudah gak fokus lagi keliatannya, makin ngaler ngidul saja.

The bottom line is!

FOSS di Indonesia masih top-down, tidak mungkin me-mainstreamingkan saat ini, dan menurut hemat saya memang seharusnya seperti itu yang dilakukan karena kalau itu sebuah PERINTAH atasan maka akan dilakukan karena merupakan tanggug jawab kerja dan kita dibayar untuk itu, tapi kalau ahanya sebatas ANJURAN, mau dilakukan baguuus tidak dilakukan ya mongg-monggo wae.

Big Question Mark??

Apakah Pemerintah Indonesia BERANI mengharuskan pemakaian open-source di semua lini? Toh sudah jelas keuntungan yang akan didapat bukan?

But

Kalo bicara keuntungan pasti ada kerugian, kantong siapa yang nanti "TONGPES"? Don't tell me you know what i mean..


Image courtessy of desktoplinux.com


lotta loves from,

0 komentar:

Post a Comment

hey...thanks for your post, i really appreciate it.

join me on

translate this page

Blog Archive

Subscribe to Feed


who viewed me

visit Jogja

Visit Yogyakarta / Jogja