Sunday, June 08, 2008

Mimpi buruk itu kembali lagi

“Braak....”! Bunyi pintu didobrak paksa membangunkan aku seketika. Belum lagi tersadar dari apa yang tengah terjadi sebuah sorot senter berwarna putih yang membutakan mataku mengarah kemukaku.

“Cepat pakai baju”! Seseorang dengan nada dingin pelan tapi penuh ancaman memerintahkan aku segera berpakaian. Setidaknya ada tiga atau lima orang berpakaian didalam kamarku yang minim dengan cahaya lampu malam terlihat berpakaian ala teroris dengan tutup kepala yang terbuat dari bahan kaos yang hanya menyisakan lubang mata dan lubang hidung menutupi sampai kebatas leher.

Seketika aku membeku. Jangankan mengambil pakaian yang tergantung rapi di balik pintu kamarku, bangkit dari tempat tidurpun aku tak ada tenaga. Seluruh otot tubuhku tiba-tiba tak bisa digerakkan. Otakku tak bisa bekerja. Kornea mataku buta. Mulutku terkunci rapat.

Sepasang tangan kokoh menyeretku dari tempat tidur. Kukumpulkan segenap tenaga yang tersisa untuk melawan. Namun sia-sia. Tenaga orang itu terlalu kuat untukku. Tubuhku terjerembab keatas lantai keramik putih. Tiba tiba sebuah tendangan sepatu boot mendarat di dadaku. Sekali lagi sepasang tangan kuat itu menarik kedua tanganku sehingga posisiku setengah berdiri sedikit bersandar ke badan dia. Kemudian pandanganku kabur dan gelap. Bukan karena aku pingsan karena indra pendengaranku masih bekerja tapi ada orang lain yang menutupi kepalaku sampai sebatas dada mungkin dengan selimutku. Tubuhku diangkatnya dan diletakkan diatas pundak orang yang tadi aku sempat bersender. Badanku serasa melayang di udara. Kakiku meronta sekuat tenaga. Tapi sia sia.

Yang kulakukan selebihnya diam tidak bergerak. Berpura-pura pingsan adalah jalan terbaik ketimbang melawan untuk kondisi saat ini. Badanku dihempaskan keatas jok mobil yang sudah dalam keadaan mesinnya tidak dimatikan ini terasa dari ac mobilnya yang sangat dingin masuk melalui seluruh pori-poriku terasa menyayat kulit. Kuusahakan supaya badanku tidak mengigil yang menandakan kalau aku sebenarnya tidak pingsan. Untung selimut yang menutupi muka dan bagian atas tubuhku sekarang menutupi sampai dengan bagian pahaku sehingga paling tidak menolongku dari hembusan hawa dingin ac mobil. Aku kumpulkan semua akal sehatku sebelum aku kumpulkan pelan pelan tenagaku yang mulai ada. Beberapa saat terasa mobil berputar-putar dengan kecepatan pelan, beberapa kali mobil berguncang karena harus melintas diatas polisi tidur di gang seputaran pemukiman kemudian mobil berhenti sebentar dua tiga empat lima detik mobil bergerak dengan mengeluarkan suara ban berdecit yang bersentuhan dengan aspal dan badanku sedikit terhempas kebelakang karena mobil dipacu dengan kecepatan yang sangat responsif. Duapuluh detik kemudian mobil membelok kearah kiri tajam masih dengan kecepatan tingggi untuk sebuah belokan yang aku asumsikan persimpangan jalan.

Menghitung detik dan belokan serta mengira-ngira kemana mereka membawaku paling tidak hanya itu yang aku bisa perbuat saat itu. Kira-kira lebih dari sepuluh menit mobil melaju dalam kecepatan tinggi, kemudian kecepatan menurun dan sekarang mobil belok menikung kearah kiri. Hembusan dingin angin malam hari berhembus sedikit menyingkapkan selimut yang menutupi mukaku yang dibarengi dengan kepulan asap rokok keretek yang sangat kuat dari orang sebelah kananku yang selama ini selalu memegangi selimut yang menutupi mukaku. Rupanya ia tidak tahan kalau tidak merokok. Pelan pelan aku picingkan mataku diantara gelapnya kabin mobil dan aku bisa melihat sedikit ada empat orang didalam mobil. Seorang sopir, seorang duduk disebelahnya dan dua orang mengapitku kiri dan kanan. Jalanan yang sempit dengan pepohonan yang padat di kiri-kanan jalan yang tidak beraspal dan sedikit berbatu dapat aku rasakan dari guncangannya. Sorot lampu mobil lain dari arah belakang yang sangat berdekatan tiba tiba sedikit menyinari mukaku dari refleksi kaca pandang sopir yang tepat menempel dikaca depan mobil bagian tengah. Rupanya mobil yang membawaku sejenis sedan buatan eropa dengan kabin yang terasa sedikit sempit dibanding dengan mobil eropa lain yang mengutamakan kenyamanan berkendara. Dan rupanya mereka terbagi dalam dua kelompok. Satu kelompok mereka yang ada didalam mobil yang membawaku dan satu lagi adalah mobil yang ada di belakang tadi, sejenis jeep atau lainnya yang lebih tinggi ground-clearance-nya karena sorot lampunya yang tinggi dan sangat menyilaukan mata. Cepat cepat aku tutup rapat kelopak mataku sebelum ada yang menyadarinya kalau aku sebenarnya hanya berpura-pura.


Sekali lagi aku picingkan mataku saat mobil berhenti. Sebuah kentungan berwarna merah dengan bentuk cabe merah sebesar badan anak kecil menggantung diujung teras, jelas terlihat oleh sorot lampu mobil. Sebuah rumah joglo tua yang besar dengan bagunan yan lainnya yang lebih kecil bercat putih disebelah kirinya tertangkap jelas dalam hitungan satu detik sebelum orang yang duduk sebelah kananku menutup kembali selimut yang sempat tersingkap. Dia masih berfikir aku masih pingsan.


Bagai sebuah bantal bulu angsa yang ringan, kembali badanku diangkat keatas pundaknya. Kemudan setengah dihempaskan tubuhku didudukan diatas kursi kayu dengan sandaran punggung yang cukup tinggi dan sehingga membentur kepala bagian belakangku. Seketika sekeliling kepalaku dipenuhi oleh bintang-bintang kecil dan kunang-kunang yang berterbrangan. Kedua tanganku dilingkarkan kebelakang dan diikat seutas tali kecil yang kuat tapi tidak terlalu menyakitkan hanya kuat. Mungkin semacam kabel telephone.


Selimut yang menutupi kepalaku dibuka. Pandangan mataku segera menyapu sekeliling ruangan, hanya dinging putih tanpa jendela yang hanya mempunyai satu pintu, cukup luas. Cahaya lampu yang sangat minim disertai kepalaku yang membentur senderan kursi masih meyisakan pandangan yang mampu aku rekam dalam otakku. Ada sosok tubuh lain setengah telanjang yang terkulai lemas dengan kepala menyandar di senderan kursi dan tangan terikat kebelakang persis denganku. Pelan pelan kepalanya terangkat saat aku menatapnya, dari mulutnya yang berlumuran darah seakan ia ingin mengatakan sesuatu kepadaku. Tapi tiba-tiba sekeliling ruangan gelap gulita. Rupanya sengaja lampu dipadamkan.

Hening. Tidak ada gerakan maupun suara dari sosok didepanku tadi, yang kudengar hanya nafasku yang berat menahan hawa dingin dan nyeri yang sekarang makin terasa menyesakkan akibat tendangan sepatu boot tadi. Tapi beserta itu pula aku mulai lagi mengumpulkan pikiran dan tenaga yang tersisa untuk melawan! Tapi aku yakin ada orang lain di ruangan gelap ini.

Yuki!

Oh Tuhan!

Seketika aku hampir terlompat dari tempatku. Ya. Ingatanku mulai flash-back ke saat aku dibius oleh Ginger-Ale-Vodka-ku yang aku minum sendiri, saat aku beranjak mau tidur dan yuki telah tertidur duluan dengan hp masih di tangan.


“Yuki....Yuki...”! Aku memanggil manggil namanya perlahan tapi jelas ditengah keheningan ruangan.

Tidak ada respon.

“Yuki”!

Masih tidak ada respon.

“Bang...”.

“Bang...”.

Suara lemah dari sebrangku jelas terdengar.
Sekali lagi aku hampir lompat dari kursiku.

“Yuki”.

“Bang”.

“Yuki”

“Bang”.

Hanya sahut menyahut dalam suara yang lemah namun jelas terdengar. Seketika sorot cahaya menyilaukan mata menyorot kearahku.

Tidak mau bangun dari mimpi

“Bang...bang, bangun lah.... pemalas”.

“Kerja ga hari ini, udah jam tujuh tahu”.

Sesosok wajah yang aku kenal terlihat jelas saat aku terjaga dari mimpi burukku. Senyum nakal dengan lidah dijulurkan dan tangan yang memencet hidungku jelas sebuah kenyataan.

“Abang kenapa kayak lihat hantu aja”? Ujarnya keheranan melihatku. Aku sendiri tidak bisa membayangkan bagaimana roman wajahku saat itu.

Segera tangannya merangkul tangannku dan segera menuntunku ke kamar mandi serta menyilangkan handuk di pundakku.

Dinginnya air yang mengguyur kepalaku tidak bisa menyingkirkan pengalaman mimpi burukku. Yang aku rasakan malahan dua ton batu bercokol di kepalaku akibat pengaruh vodka tadi malam ditambah dengan mimpi buruk itu. Ya! Selama hampir setahun ini aku sering bermimpi yang sama. Segerombolan orang-orang yang tidak aku kenal menculikku dari tidurku, hanya saja mimpi tadi malam ditambah seorang pelakon dengan hadirnya Yuki sebagai korban kedua. Apa artinya semua ini?

Sebutir Panadol Extra biasanya membantu membunuh sakit kepala akibat hang-over. Tapi tidak kali ini. Secangkir kopi hitam Sidikalang oleh-oleh dari Medan yang cukup “strong” juga tidak meringankan nyeri di bagian kepala belakang yang terasa beribu-ribu martil dipukulkan.

Kembali kurebahkan badanku ketas kasur yang masih berantakan. Kuraih handphone. Kucari sebuah nama dan kuketik sebuah pesan singkat.

“Bu, aku kurang enak badan, mungkin saya masuk kantor siangan atau kalau tidak membaik saya ijin sakit”. Send.


“Bang, abang kenapa”?

“Abang sakit”?

Diam.

Sebuah tangan mendarat di keningku. Tangan yang dingin seperti kompresan es. Jadi ingat ibuku kalau aku tidak mau pergi sekolah dan kembali ke tempat tidur pasti ia akan meletakkan tangannya persis seperti ini.


Diam tak kusahuti. Dalam kondisi seperti ini kembali kekanak-kanakan-ku muncul. Kolokan!

Sepasang tangan mulai mulai memijit lembut pundakku. Aku diam tak merespon. Aku tak ingin bergerak. Aku tak ingin membuka mata. Aku ingin tidur dan tidak terbangun dari kenyataan indah di pagi hari.



lotta loves from,

0 komentar:

Post a Comment

hey...thanks for your post, i really appreciate it.

join me on