Tidak akan pernah lagi aku membeli Dunkin Donut “take-away” kecuali bawa rantang sendiri. Tapi apa “kata apa dunia”?
Pergi ke Mekah tapi tidak ke Madinah adalah ungkapan jika anda penyuka sunset di pantai Kuta tapi belum lihat sunrise di Sanur. So, dalam kunjungan terakhirku ke Bali akhir Mei 2008, bangun jam lima pagi dari Arthawan Hostel yang berlokasi di Poppy Lane 2 (red. Gang Popi) yang hanya berjarak sekitar 100 meter dari “zero ground” tempat diledakkannya bom bali, aku dan Stephan bergegas melaju dengan sepeda motor sewaan kearah Sanur. Udara pagi buta masih menyisakan temperatur yang kurang bersahabat ditambah dengan angin kencang dari arah laut.
Maka untung menghangatkan badan dan mengisi perut yang masih kosong ketika sampai di perempatan lampu merah yang membelok kearah pantai matahari terbit kami berhenti di Dunkin Donut pas di pojokan kiri jalan.
Segera kami memesan:
2 Double Cokelat
1 Black Coffee
1 Hot Cokelat
2 Beef Croissant
Karena kami tidak mau ketinggalan moment2 terindah pada saat matahari menyembul dari dasar laut maka kami minta semua orderan dibungkus (red. Take away). Lagipula akupikir rasanya akan terasa lebih emosional menikmati early breakfast a la hotel bintnag “kejora” diatas pasir pinggir pantai dengan semilir angin dan debur ombak serta pemandangan yang fenomenal.
Beef Croissant. Dipotong dua kemudian dimasukan kedalam sejenis cone terbuat dari kertas karton yang keras sehingga tetap menjaga keutuhan bentuk croissant yang meruncing kearah sisinya, kemudian dua potongan tadi dimasukan kedalam kardus saling berhadapan dengan presentasi yang aduhai. Dua kardus tentunya.
Black Coffee dan Hot Cokelat. Masing masing dengan gelas yang terbuat dari karton berbalut plastik dibagian dalamnya serta ditutup dengan cap plastik. Memang benar untuk menjaga supaya tetap hangat dan tidak menetes keluar gelas tadi. Empat sachet gula “rafinasi” untuk melengkapi rasa minuman yang kami order. Oh ya, hampir lupa. Dua sendok kecil lurus yang mirip cukilan korek kuping juga disertakan.
2 Donut Double Cokelat dibungkus kertas standar Dunkin.
Semua orderan tertata rapi dan semua dimasukan kedalam shopping bag berlogo Dunkin yang lebih mirip dengan shopping bag yang biasa diberikan jika kita membeli sepatu mahal. Berbentuk persegi semi transparan dengan handle berpita lebar.
Lengkaplah sudah! Total Rp. 80.000++. What! Keningku berkerut, naluri ndesoku (red. Pelitku) sangat tidak bisa menerima bahwa hanya untuk jajan segitu saja harus merogoh kocek sebegitu banyak. Tapi sudahlah! Aku anggap peristiwa ini sebagai celebration a la “Piala Euro” hanya dirayakan setiap empat tahun sekali yang bisa meredam emosi rakyat Indonesia sesaat yang mampu melupakan seketika gejolak “carut-marut-kondisi-politik-dalam-negeri” saat ini, jadi aku juga harus merayakannya apalagi bersama Stephan yang memang asli buatan Jerman.VIVA!
A total sanur morning ritual
A beatiful sunrise
A clear blue water
A clean golden beach
A morning breeze
A good crowd
A super early breakfast
A good companion
A Rp. 80K dunkin garbage
lotta loves from,
0 komentar:
Post a Comment
hey...thanks for your post, i really appreciate it.