Sunday, October 07, 2007

[Jogja] 06.10.07

Berapa persen dalam hidup kita buat mendengarkan radio? Gue yakin pasti jawabannya less than 10% kecuali kalo lagi iseng nggak ada media lain yang bisa dijadikan hiburan. Bosen dengan kumpulan MP3 di HP kita (mending kalo punya HP yang ada radio + Mp3 player-nya) atau pada saat kita di mobil pribadi yang lupa kaset (mending kalau masih punya kaset kan sekarang jamannya CD).


4:45 AM – Female Radio FM


Sepulang dari berjamaah subuh di mesjid selepas imsak dihari ke -6 lebaran di tahun 2007 Masehi.


SANDIWARA RADIO

Prolog:

Tiba-tiba laki-laki yang seharusnya menjadi ayah kandung Ando muncul tiba-tiba muncul begitu saja setelah tujuh tahun hidup Echa dalam ketenangan, dan Agus yang selama ini telah menggantikan fungsi kepala keluarga dalam rumah tangga Echa harus dihadapkan dengan dilema baru dimana dia harus bertempur dengan bathin-nya sendiri apakah iya harus tetap bekerja di café yang telah menjadi sumber keuangan satu-satunya tapi harus selalu menjadi objek nafsu setan managernya.

“Ah penasaran juga pikirku dalam hati”, baru kali ini gue switch ke radio lain setelah sejak pertengan juli lalu gue beli radio kesayangan gue ini selalu bercokol di Swara Gama yang emang gue suka denger tembang tembang apik buatan negeri sendiri dengan DJ2nya yang muda ber-otak yang fresh dengan obrolan seputar jogja dan permasalah anak kampus.

JADIKAN DIRI KITA SEPERTI MEREKA

Memang sih gue bukan anak kampus lagi, rasanya gue udah meninggalkan kampus seumur Adhit yang sekarang duduk di kelas 10 atau mungkin seumur Demas yang baru diwisuda S1 Teknik Industri, gue udah lupa lagi saking kelamaan. But never mind, itu bukan toh permasalahannya tapi lebih kepada permasalahan gue yang harus mengetahui sekitar permasalahan kampus (red. Mereka) sehingga gue bisa menempatkan posisi gue di posisi mereka dan melihat dari sisi dan kacamata mereka, kalau gue mau tahu dan mengerti apa yang ada di kepala dan hati mereka sebelum tahu isi “selangkangan” mereka tentunya! Dan dengan cara ini gue ngerasa a lot of easier to get along with them ( you know what I meant) dan sebaliknya mereka selalu menerima gue selevel dengan mereka bukan mereka melihat gue seperti Assisten Dosen apalagi sebagai Dosennya (ini hubungannya dengan factor “U” lho!) bukan dengan factor knowledge.

Hush jangan salah sangka, gue udah mundur dari kumpulan gerombolan si berat yang meng-atas-namakan kaum hedon kampus meski kadang sekarang masih ada sisa-sisanya sekitar 80% (lhoo koq masih banyak sih), tapi ya gitulah toh gue pada akhirnya hanya segumpal “micro organism yang perlu orgasm” demi terjaganya kelangsungan hidup yang entah sampai kapan berakhir. So, enjoy aja lah dengan apa yang gue miliki saat ini.

BANGKITNYA RUNTUHNYA SANDIWARA RADIO

Ok, back to Sandiwara Radio yang seinget gue terakhir rame-rame-nya sandiwara radio sewaktu “Tutur Tinular” atau “Saur Sepuh” sewaktu gue masih di SMP. Gue inget nyokap dengan radio 2 band Phillip-nya yang hanya bertenaga 2 batere ABC yang ukuran gede itu, mirip dengan radio (red. Gadget) yang gue punyai saat ini, nyokap gue sembari memasak di sore hari mendengarkan sandiwara itu sampai-sampai dia kadang gak bisa diganggu sama sekali kalo sudah manteng dengerin sandiwara itu.


Tapi setelah era itu muncul TV2 swasta apalagi dengan hadirnya sinetron2 yang menggantikan hilangnya perfilm-an Indonesia pada saat itu, otomatis Radio Phillip nyokap gue hanya sebatas pajangan lemari pajangan, tapi tanpa mengenyampingkan tugasnya sebagai seorang ibu buat anak2nya dan istri bokap gue. Itulah nyokap gue yang gak pernah mengeluh! (mode sentimental ON”.


Nah hari ini, gue denger lagi sandiwara radio di jam yang sangat minim pendengarnya, mungkin hanya slot kosong dimana jadwal radio sudah ON sementara penyiar belum ada jadwalnya, jadi secara otomatis terjadwal di antrian oto-running di computer di studio radio.

Kasian?

Rasanya tidak juga!

Karena walau jumlahnya sedikit, tapi pendengarnya adalah “market target” yang sangat loyal dan ini adalah potensi yang baik untuk memasarkan ide maupun produk.

RADIO ADALAH MEDIA YANG EFEKTIF

Gue yakin masih banyak penggemar yang memanjakan telinganya dengan mendengarkan radio, toh memang setelah program gue “back to audio” (red. Radio) rasanya banyak sekali hal yang missing dalam hidup gue kembali lagi, coba fikirkan dengan mendengarkan radio;

1. Komunkasi 2 arah antara pendengar dan presenter dengan kirim2 sms atau hanya curhat lewat call center.

2. Update dengan informasi teranyar tanpa kita baca Koran.

3. Update lagu lagu teranyar tanpa beli CD bajakan atau an juga tanpa membeli Ipod atau Mp3 player yang harganya bisa sampai sama dengan uang kuliah D3 UGM 1 smster atau tanpa “mengunduh” dari lime wire yang kebanyakan hanya tukar menukar virus atau dari blogspot pribadi yang notabene “menjamurkan” dunia pembajakan lagu! (no comment lah).

4. Dengan mendengarkan radio kita masih bisa mengerjakan banyak hal yang tidak memerlukan konsentrasi 2 dari panca indera bersamaan, bisa sambil masak, baca koran, nyapu, mandi, apapun lah selama jangkauan volume-nya masih terdengar. Tidak seperti TV yang mana kita harus duduk terpaku depan TV sementara mata dan kuping terpasang dengan full mode.

5. Dan juga banyak sponsorship yang bekerja sama dengan radio dimana kadang memenangkan door prize lebih gampang hanya dengan ikutan quiz sms atau telefon interkatif dibanding dengan media cetak atau TV. Lumayan kan kalau dapat jatah Indomie untuk satu tahun, apalagi buat anak kos bisa dijadikan P3K (PERTOLONGAN PERTAMA PADA KELAPARAN).


AKU ADALAH APA YANG AKU PUNYAI

Setelah gue beli radio seharga Rp. 475,000- padahal harga waktu pre-launching-nya 1 tahun lalu hanya Rp. 375,000,- yang gue bela-belain di hari terakhir Jakarta Fair tahun ini yang sebelumnya telah memimpikannya sekitar 6 bulan terakhir. Cuma karena memang kurang populartitas karena memang diproduksi hanya terbatas bukan oleh produsen HIFI tapi oleh sebuah perusahaan peripherals computer yang core business-nya spekaer aktif “Sonic Gear”, maka lengkaplah sebuah radio seukuran tissue box berwarna putih polos dengan kesan yang sangat minimalis gue miliki.

Dengan hanya terdiri dari volume control, tombol ON/OFF dan pencari frekuensi dengan model radio kuno, tapi radio ini dilengkapi dengan jam analog yang kalau radio dinyalakan maka sinar lampu putih susu menyala menjadikan background led control untuk bisa jelas melihat angka-angka gelombang radio dan waktu di jam analog, sementara single speakernya cukup nyaring menghadap keatas dengan ber-diameter selebar panjang telunjuk orang dewasa yang dibalut dengan cover speaker berbaut empat terbuat dari stainless steel yang terkesan solid dan macho dengan mengetengahkan retro fashion yang kontemporer + ada lubang booster di belakang radio sebesar lubang MUG Kopi, sedangkan antenna standar yang bisa dipanjang-pendekkan dan dimasukan dalam slotnya menambah kesan klasik dan tetap berkesan radio apa adanya. Oh ya, meski sederhana radio ini dilengkapi dengan line-in untuk memasang Ipod atau Mp3 Player, kita tinggal putar tombol ON/OFF ke posisi aux maka kalau malam hari kamu set wake-up alarm Ipod kamu makan radio akan membangunkan dan memutar lagu lagu kesukaanmu dan mengantar kamu mengarungi hari hari pagi yang indahmu.

Satu hal yang palin gue sukai, body luar radio ini berwarna putih susu terbuat dari kayu! Sekali lagi kayu….! Alias Wooden Radio…. Sungguh perpaduan antara kesederhanaan, elegance, macho, klasik, tapi tetep mengetengahkan sisi kegunaan jaman sekarang (red. Modern).

KENCAN DENGAN PRESENTER RADIO

Duh sebenernya malu sharing disini tapi udah kadung bicara tentang radio, sekalinya gue pernah “ditembak” oleh penyiar radio. Gara-garanya gue diundangi ke studio radio buat talk-show tentang event sebuah festival yang gue ama temen gue organise waktu itu, talk-show nya lumayan hidup sampai-sampai selain sms dan interkatif lewat call center juga sampai Off-Air setelah acara talk-show masih banyak yang penasaran dengan event tersebut. Dan pada saat itu dia sebagai penyiar yang mendampingi kami, biasa lah setelah acara kelar kita itu tukar-tukaran no hp termasuk dengan si penyiar tadi. Belum lagi berselang hari, ada sms dari dia “mas aku udah kelar siaran, ngopi yuk, mau ga”, sms masuk di HP gue.

Then, berlanjutlah ke kopi darat lalu hari-hari selanjutnya dikala dia siaran ada aja lagu cinta yang dikirimkan buat gue itu berlangsung sekitar 2 bulan lebih sampai akhirnya kita jadian (duuh senengnya).

Oh ya satu hal yang unik selama “menjalin hubungan” dengan penyiar radio ini adalah gue menemukan suatu pribadi yang sangat komplek sekali diantaranya:

  • 1. Lebih sensitive terhadap audio menelefon dia 30 detik akan jauh lebih puas daripada 30 sms berantai.
  • 2. Lebih romantis.
  • 3. Lebih percaya diri.
  • 4. Lebih banyak tahu segala permasalahan hidup dan bisa menjadi pendengar yang baik saat dicurhatin.
  • 5. Lebih tepat waktu kalau diajak ketemuan.
  • 6. Lebih rapi dan modist.
  • 7. Lebih cuek dengan gaya yang bikin ngangenin.

Tapi tidak bisa ambil sikap dan menentukan permasalah hidupnya, termasuk permasalahan yang timbul selama menjalin hubungan sama gue! So, I said “Honey, I know ee have something in common but I think we better to stay as a special friend, kayak adek kaka gitu aja deh buat kebaikan kita berdua”.

(padahal dalam hati gue, kita sudahi saja sampai sini gue capek!)


DJ WAS A DJ’S RADIO

Another true story of mine. Yess, I was a DJ’s Radio once!

Ceritanya waktu gue di Balikpapan, you know di kota kecil yang modern berskala international itu selepas gue kerja gak ada kerjaan lain selain mengajar sebagai dosen di sebuah lembaga pendidikan rabu dan sabtu selebihnya, sooo boring! So, adalah seorang kawan mengenalkan seseorang yang notabene adalah founder dari sebuah radio station untuk kalangan dewasa lah. Dan satu dari sederet program-nya ada semacam obrolan malam yang inter-aktif dengan pendegar dari jam 11 malam sampe radio OFF jam 1 pagi.

Setelah beberapa kali gue tandem dengan penyiar tetap yang di statistik tidak menunjukan rating yang signifikan akhirnya gue dengan berbekal beberapa acara talk show Oprah + Majalah Cosmo gue mengudara sendiri mengembangkan program yang ada. Memang kadang menyimpang dari patokan yang ada tapi justru disini tercatat rating mulai naik perlahan, terbukti dengan makin banyaknya sms dan telefon masuk serta di grup milis yang dikelola.

Jadilah gue seorang Mr. Ditch yang dikenal dengan obrolan “nyeleneh” tengah malam! Gue gak mau ulas lebih detail apa itu obrolan “nyeleneh” karena itu ide gue dan jangan sampai dibajak oleh pelaku di bidang radio yang baca blog gue. Halah!

Tapi kalo masih penasaran then “HIRE ME AND I’LL TELL U”!

dj, listening-to-female-radio

0 komentar:

Post a Comment

hey...thanks for your post, i really appreciate it.

join me on

translate this page

Blog Archive

Subscribe to Feed


who viewed me

visit Jogja

Visit Yogyakarta / Jogja