Saturday, October 20, 2007

Sejak kapan mangga punya nama?

Jawabannya sejak awal puasa ini.

Ceritanya gini… sek, matiin lampu dulu ya,

Alkisah sebuah pohon mangga arumanis tumbuh subur dan lebat berbuah di belakang kantor kita, sebelahnya mushola. Saking lebatnya buahnya bergelayutan sampai bisa dijangkau tangan orang dewasa berdiri. Nah karena sifatnya milik bersama siapa saja bisa ambil, datanglah ide di kepalaku untuk menandai satu buah mangga dengan inisialku DJ pake spidol whiteboard, tentunya gue tandai yang paling besar dan paling rendah.

Eh, entah siapa yang melihatnya. Besoknya disebelah mangga yang sudah gue kasih inisialku ada juga yang kasih nama temen kantor lain, ada ichal, erna, ferika, tussa, nina, dll.Ternyata mereka gak mau kalah saing, takutnya pas mangganya siap dipetik gak kebagian rupanya. Alhasil semua mangga yang kejangkau tangan ada nama masing-masing kolega kantor.

Tapi ada yang aneh di mangga gue, yang tadinya hanya inisial DJ. Ada aja orang iseng nambahin tulisannya jadi Dar Jo. Hmmm dasar si tangan jahil! Dasar hanya kecemburuan sosial, dasar gak mau kalah alias sirik aja tuh, bisanya hanya ikut-ikutan. Tapi tak apalah toh gue tetep selalu jadi tren-setter dalam hal yang tak biasa (mode narcis ON)

Nah, pas mau cuti bersama gue lihat mangga gue tangkainya sudah berwarna coklat menandakan sudah cukup tua tapi belum masak sepurna. Tapi gue pikir kalo gue tinggal selama cuti hari raya mangganya pasti akan masak sendirinya, dan kalau gue kembali ke kantor sepuluh hari selama cuti pasti mangganya sudah hilang, entah dimakan kalong atau busuk dan jatuh sendirinya.

So, akhirnya sehari sebelum cuti gue petik saja tuh mangga dan karena gak mungkin juga mangga ½ matang yang masih mangkel disimpan di kulkas, akhirnya gue bawa si Darjo itu pulang kampung menemani perjalan 6 jam naik motor mudik. Sampai gue nulis blog ini di notebook gue, si Darjo masih setia disamping gue menemani malam yang sepi bak tak ada kehidupan, padahal jam 10 malam di Jogja adalah dimana para mahluk malam seperti gue ini mulai gentayangan.

Oh Tuhan, bukannya gue gak mau tinggal di kampung sendiri. Bukannya gue gak betah berada di dekat mama dan sanak family jiwa gue gak bisa hidup seperti ini dimana kehidupan stop pada saat jam menunjukkan pukul 9 malam. Sangat menyiksa bathin rasaya!

Semoga aja si Darjo akan cepat matang dan tentunya dengan rasa manis yang mengigit lidahku di saat Hari Raya.

dj, manis-semanis-Darjo

0 komentar:

Post a Comment

hey...thanks for your post, i really appreciate it.

join me on

translate this page

Blog Archive

Subscribe to Feed


who viewed me

visit Jogja

Visit Yogyakarta / Jogja